Malam Lailatul
Qadar: Kapan Terjadi, Tanda-Tanda, dan Amalan di Dalamnya
Coba perhatikan beberapa catatan kami tentang lailatul
qadar berikut ini berisi bahasan kapan terjadinya lailatul qadar,
tanda-tandanya, dan amalan di dalamnya. Apakah hari terakhir Ramadhan kita
sudah sesuai catatan ini.
Pertama: Lailatul qadar masih terus ada hingga hari kiamat.
Kedua: Kita dianjurkan untuk mencari lailatul qadar dan
menghidupkan malamnya.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
مَنْ
قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ
ذَنْبِهِ
“Barangsiapa
melaksanakan shalat pada malam lailatul qadar karena iman dan mengharap pahala
dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari, no.
1901)
Ketiga: Lailatul qadar dicari pada malam
ganjil dari sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan.
Dari Abu
Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
فَالْتَمِسُوهَا فِي
الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ وَالْتَمِسُوهَا فِي كُلِّ وِتْرٍ
“Carilah
lailatul qadar pada sepuluh hari terakhir Ramadhan, carilah pada malam-malam
ganjil.” (HR. Bukhari, no. 2027 dan Muslim, no. 1167)
Keempat: Lailatul qadar hanya terbatas pada
sepuluh hari terakhir dari Ramadhan, yang diharapkan terjadi pada malam ke-21,
23, atau 27. Lailatul qadar bisa terjadi pada malam ke-21 sebagaimana
disebutkan riwayatnya dari Abu Sa’id Al-Khudri. Lailatul qadar bisa terjadi
pada malam ke-23 sebagaimana disebutkan riwayatnya dari ‘Abdullah bin Unais.
Dalam hadits ‘Ubadah bin Ash-Shamit, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
memerintahkan untuk mencari lailatul qadar pada malam ke-25, 27, 29. Dalam
hadits Mu’awiyah disebutkan bahwa lailatul qadar terjadi pada malam ke-27.
Ibnu Hajar
Al Asqolani dalam Bulughul Marom hadits no. 705 menyebutkan hadits Mu’awiyah,
وَعَنْ مُعَاوِيَةَ بْنَ
أَبِي سُفْيَانَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا, عَنْ اَلنَّبِيِّ – صلى الله عليه
وسلم – قَالَ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ: – لَيْلَةُ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ – رَوَاهُ
أَبُو دَاوُدَ, وَالرَّاجِحُ وَقْفُهُ.
وَقَدْ اِخْتُلِفَ فِي
تَعْيِينِهَا عَلَى أَرْبَعِينَ قَوْلًا أَوْرَدْتُهَا فِي ” فَتْحِ اَلْبَارِي
“
Dari
Mu’awiyah bin Abu Sufyan radhiyallahu ‘anhuma, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam, beliau berkata mengenai lailatul qadar itu terjadi pada malam ke-27.
Diriwayatkan oleh Abu Daud. Namun pendapat yang kuat, hadits ini mauquf, yaitu
hanya perkataan sahabat. Para ulama berselisih mengenai tanggal pasti lailatul
qadar. Ada 24 pendapat dalam masalah ini yang dibawakan oleh Ibnu Hajar dalam
Fathul Bari.
Kelima: Amalan pada malam lailatul qadar
adalah:
Memperbanyak
doa lailatul qadar: ALLAHUMMA INNAKA ‘AFUWWUN TUHIBBUL ‘AFWA FA’FU ’ANNII
Hadits yang
membicarakan doa ini adalah sebagai berikut.
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ
قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ إِنْ عَلِمْتُ أَىُّ لَيْلَةٍ لَيْلَةُ
الْقَدْرِ مَا أَقُولُ فِيهَا قَالَ
قُولِى اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّى
Dari
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Aku pernah bertanya pada Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu jika saja aku tahu bahwa suatu malam
adalah malam lailatul qadar, lantas apa doa yang mesti kuucapkan?” Jawab Rasul
shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Berdoalah: ALLAHUMMA INNAKA ‘AFUWWUN TUHIBBUL
‘AFWA FA’FU ’ANNII (artinya: Ya Allah, Engkau Maha Memberikan Maaf dan Engkau
suka memberikan maaf—menghapus kesalahan–, karenanya maafkanlah aku—hapuslah
dosa-dosaku–).” (HR. Tirmidzi, no. 3513 dan Ibnu Majah, no. 3850. Abu ‘Isa
At-Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan sahih. Al-Hafizh Abu Thahir
mengatakan bahwa hadits ini sahih).
Memperbanyak
shalat pada malam lailatul qadar dan sungguh-sungguh ibadah di dalamnya.
Dari Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau
bersabda,
مَنْ قَامَ لَيْلَةَ
الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa
melaksanakan shalat pada malam lailatul qadar karena iman dan mengharap pahala
dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari, no.
1901)
Keenam: Dianjurkan menghidupkan malam
lailatul qadar dengan ibadah hingga terbit Fajar Shubuh. Karena malam tersebut
penuh keselamatan dari tenggelam matahari hingga terbit fajar Shubuh. Dalam
ayat disebutkan,
سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ
الْفَجْرِ
“Malam itu
(penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” (QS. Al-Qadr: 5)
Dalam
perkataan Imam Syafi’i yang qadim (yang lama),
مَنْ شَهِدَ العِشَاءَ وَ
الصُّبْحَ لَيْلَةَ القَدْرِ فَقَدْ أَخَذَ بِحَظِّهِ مِنْهَا
“Siapa yang
menghadiri shalat ‘Isya’ dan shalat Shubuh pada malam Lailatul Qadar, maka ia
telah mengambil bagian dari malam tersebut.” Imam Nawawi rahimahullah
mengatakan bahwa ini adalah perkataan Imam Syafii yang lama, tetapi tidak ada
pendapat baru yang menyelisihinya atau bersesuaian dengannya. Maka pendapat ini
menjadi pendapat madzhab tanpa ada beda pendapat di dalamnya. (Al-Majmu’,
6:491). Lihat Al-Mu’tamad fii Al-Fiqh Asy-Syafii, 2:222.
Ketujuh:
Lailatul qadar itu
lebih baik dari seribu bulan. Allah Ta’ala berfirman,
لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ
مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ
“Malam
kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.” (QS. Al-Qadr: 3). Maksudnya adalah
ibadah di malam lailatul qadar itu lebih utama dari ibadah di seribu bulan
lainnya yang tidak terdapat lailatul qadar.
Kedelapan: Syaikh Prof. Dr. Muhammad Az-Zuhaily
mengatakan, “Siapa saja yang melihat lailatul qadar terjadi, hendaklah ia
sembunyikan. Lalu ia berdoa dengan penuh keikhlasan, niat, dan keyakinan untuk
kepentingan agama dan dunianya.” (Al-Mu’tamad fii Al-Fiqh Asy-Syafii, 2:223)
Kesembilan: Lailatul qadar itu sebenarnya
disembunyikan waktunya pada kita agar kita terus bersemangat mencarinya setiap
tahunnya agar kita mencarinya pada akhir Ramadhan terutama pada malam-malam
ganjil. Tanda lailatul qadar itu adalah malam tersebut tidak begitu panas,
tidak begitu dingin, matahari terbit pada pagi harinya dalam keadaan putih
tidak terlalu menyorot. (Al-Mu’tamad fii Al-Fiqh Asy-Syafii, 2:223)
Referensi:
Al-Mu’tamad
fii Al-Fiqh Asy-Syafii. Cetakan kelima, Tahun 1436 H. Syaikh Prof. Dr. Muhammad
Az-Zuhaily. Penerbit Darul Qalam.
Muhammad Abduh
Tuasikal, MSc